Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pancasila merupakan landasan dan dasar negara Indonesia yang mengatur seluruh struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia, masih banyak bahkan sangat benyak anggota-anggotanya dan juga sistem pemerintahannya yang tidak sesuai dengan nila-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika membahas negara dan ketatanegaraan Indonesia mengharuskan ingatan kita meninjau dan memahami kembali sejarah perumusan dan penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para pendiri dan pembentuk negara Republik Indonesia.
Dalam perumusan ketatanegaraan Indonesia tidak boleh melenceng dari nilai-nilai Pancasila, pembentukan karakter bangsa dilihat dari sistem ketatanegaraan Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai dari ideologi bangsa yaitu Pancasila. Namun jika dalam suatu pemerintahan terdapat banyak penyimpangan dan kesalahan yang merugikan bangsa Indonesia, itu akan membuat sistem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan begitupun dengan bangsanya sendiri.
Untuk itulah dalam makalah ini, kami mengambil judul “Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia”

1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu :
  1. Apa maksud dari Pancasila sebagai Hukum dasar?
  2. Bagaimana cara penerapan Pancasila sebagai Hukum Dasar?
  3. Apa makna isi pembukaan UUD 1945?
  4. Bagaimana kedudukan Pembukaan UUD 1945?

1.3  Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu Arifa Prastiwi S.Pd, M.Pd serta menjelaskan sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuannya yaitu :
  1. Mengetahui Maksud Pancasila sebagai Hukum dasar
  2. Mengetahui Penerapan Pancasila sebagai Hukum Dasar
  3. Mengetahui Makna isi pembukaan UUD 1945
  4. Mengetahui Kedudukan Pembukaan UUD 1945

BAB II
PEMBAHASAN

    1. Kedudukan Pancasila sebagai Hukum Dasar
  1. Pancasila sebagai Hukum dasar
Penempatan Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm pertama kali disampaikan oleh Notonagoro (Jimly;2006). Pancasila dilihat sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan bintang pemandu. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanannya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila.
Namun dengan penempatan Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm berarti menempatkannya di atas Undang-undang Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk membahas permasalahan ini dapat dilakukan dengan melacak kembali konsep norma dasar dan konstitusi menurut Kelsen dan pengembangan yang dibuat Hans Nawiasky, serta melihat hubungan antara Pancasila dan UUD 1945. Memang hingga kini masih terjadi polemik di kalangan ahli hukum mengenai apakah Pancasila, atau Pembukaan UUD 1945, atau Proklamasi Kemerdekaan, sebenarnya yang dapat disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Polemik ini mencuat ketika Muh. Yamin pada tahun 1959 menggunakan istilah sumber dari segala sumber hukum tidak untuk Pancasila seperti yang lazim digunakan saat ini, melainkan untuk Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang disebutnya dengan ”maha-sumber dari segala sumber hukum,”the source of the source” (Denny;2003). Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara republik Indonesia. Dengan terbentuknya UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 UU No.10 tahun 2004 yang menyatakan bahwa ”Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”, dengan tegas menyebutkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum sebagai berikut: ”Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara, sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila”.
Dardji Darmodihadjo menyebutkan, bahwa Pancasila yang sah dan benar adalah yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis konstitusional dan secara objektif ilmiah. Secara yuridis konstitusional, Pancasila sebagai dasar negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur menyelenggarakan pemerintahan negara. Secara objektif ilmiah karena Pancasila adalah suatu paham filsafat, suatu philosophical way of thinking system, sehingga uraiannya harus logis dan dapat diterima akal sehat (Natabaya;2006).
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Selain kesatuan sila-sila Pancasila hirarki dalam hal kuantitas juga dalam hal isi sifatnya yaitu menyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila. Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia (Natabaya;2006).
Dalam praktek ketatanegaraan,suatu konstitusi atau Undang Undang Dasar yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa, maka secara operasional merupakan suatu kenyataan yang diperlukan sepenuhnya dan efektif. Dengan perkataan lain konstitusi itu dilasanakan secara murni dan konsekuen.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 secara resmi UUD 1945 diterima oleh bangsa Indonesia dan berlaku efektif di tanah air kita sekarang. UUD 1945 terdiri dari :
    1. Pembukaan
    2. Batang Tubuh yang terdiri dari 37 Pasal, 4 aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
Khususnya Pembukaaan UUD 1945 telah panjang lebar kita bahas diatas, telah disinggung bahwa Pembukaan UUD 1945 mengandung empat pokok pikiran. Di dalam pokok- pokok pikiran tersebut bersimpul ajaran Pancasila.
Pokok- pokok pikiran merupakan cita- cita hukum ( Rechtsidee ), yang menguasai Hukum Dasar Negara, baik tertulis maupun tidak ditulis.
Oleh karena Pembukaan itu berintikan Pancasila, maka Pancasila merupakan pedoman, sumber dan dasar dalam pembuatan Hukum atau Perundang- undangan. Dengan kata lain segala aturan hukum yang berlaku di Indonesia, harus bersumber kepada Hukum yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu Pancasila. Dengan demikian secara lengkap sistem hukum Indonesia, kalau kita susun secara hirarkhi, dapat diperoleh tingkatan sebagai berikut :
  • Pancasila sebagai Rechts idée ( cita- cita hkum )
  • Undang- Undang Dasar 1945
  • Ketetapan MPR
  • Undang Undang/ Peraturan Pemerintah pengganti Undang Undang
  • Peraturan Pemerintah
  • Keputusan Presiden
  • Peraturan- peraturan pelaksanaan lainnya
  • Peraturan Menteri
  • Instruksi
Dari hirarkhi diatas dalam sistem Hukum Indonesia tingkatan UUD 1945 kebawah merupakan sumber hukum\formal dalam Hukum. Semua sumber Hukum Formal itu bersumber pada satu titik puncak yaitu Pancasila sebagai suatu cita- cita hukum ( Rechts idee ). Kalau kita tinjau tata aturan Peraturan Perundang- undangan Republik Indonesia dengan menempatkan Pancasila di puncak kirarkhi dan kita coba membandingkannya dengan ajaran “ Stuffen Theori “ dan HANS KELSEN, maka hemat penulis akan kita peroleh gambaran sebagai berikut :
Dalam hirarkhi berbentuk piramida tersebut, Pancasila sebagai pandangan hidup dan sebagai cita- cita hukum berada dipuncak piramida. Semua peraturan yang dibuat dan dilaksanakan haruslah bersumber pada Pancasila, karena setiap peraturan itu hanya akan diterima oleh rakyat kalau peraturan itu hanya akan diterima oleh rakyat kalau peraturan- peraturan itu sesuai dengan jiwa rakyat yaitu Pancasila.
Dari gambaran tersebut diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Pancasila adalah merupakan sumber tertib hukum di Indonesia; atau yang biasa disebutkan sebagai “ Sumber dari segala sumber hukum “, yang menjiwai seluruh aspek kehidupan ketatanegaraan MPRS No. XX/ MPRS/ 1966, tentang: Memorandum DPRGR mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia.
Sumber dari tertib hukum suatu Negara, atau yang biasa disebutkan sebagai “ Sumber dari segala sumber hukum “ adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita- cita hukum serta cita- cita moral yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari suatu bangsa. Pandangan hidup bangsa Indonesia ialah yang didalamnya terkandung cita- cita moral, cita- cita hukum, watak serta jiwa bangsa ( volksgeist ) Indonesia, adalah PANCASILA.

  1. Penerapan Pancasila sebagai Hukum Dasar
Bagaimanakah mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Implementasi Pancasila berarti menjabarkan nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, serta merealisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam implementasi ini, penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, dijumpai dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma moral. Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan tingkah laku semua warga negara dalam masyarakat, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara.

Ada dua macam implementasi Pancasila, yakni:
  1. Implementasi Pancasila dalam ketatanegaraan,
adalah pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan negara, baik legislatif, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan lainnya. Konkritnya pelaksanaan Pancasila dalam:
  1. Hukum dan perundang-undangan.
  2. Pemerintahan.
  3. Politik dalam negeri dan luar negeri.
  4. Pertahanan dan keamanan.
  5. Kesejahteraan.
  6. Kebudayaan.
  7. Pendidikan dan sebagainya.
b. Implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
adalah adalah pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam setiap pribadi, perseorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap orang Indonesia. Pelaksanaan secara sehari-hari ini lebih berkaitan dengan norma-norma moral.
Jika aktualisasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari telah tercapai, berarti nilai-nilai Pancasila telah melekat dalam hati sanubari bangsa Indonesia, dan yang demikian itu disebut dengan kepribadian Pancasila. Dengan demikian, maka bangsa Indonesia telah memiliki suatu ciri khas, sehingga bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa lainnya. Pelaksanaan Pancasila yang dalam kehidupan sehari-hari lebih penting artinya jika dibandingkan dengan pelaksanaan Pancasila dalam ketatanegaraan. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari ini merupakan persyaratan keberhasilan pelaksanaan Pancasila dalam ketatanegaraan.
Bagaimanakah caranya agar Pancasila yang bersifat ideal itu bisa diterapkan dalam kehidupan nyata? Bangsa Indonesia dari waktu ke waktu harus membumikan Pancasila yang sangat abstrak tersebut, dengan cara memberi makna masing-masing silanya. Penafsiran makna tersebut harus dilakukan oleh semua komponen bangsa, tidak boleh dimonopoli oleh mereka yang sedang berkuasa saja, yang penting pemaknaan tersebut harus sesuai dengan nilai dasarnya serta kondisi zamannya.
Berikut contoh penafsiran makna Pancasila sesuai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yakni:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

  1. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
  1. Persatuan Indonesia
  1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
  1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  6. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
  1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak orang lain.
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
  8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  9. Suka bekerja keras.
  10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

    1. Isi Pembukaan UUD 1945 dan Kedudukan Pembukaan UUD 1945
  1. Makna isi pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 terdiri empat alinea. Keempat alinea tersebut mamiliki makna masing-masing. Adapun makna alinea-alinea dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut :
Merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip – prinsip dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia yang merdeka ialah :
  1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
  2. Memajukan kesejahteraan umum.
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
  4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  5. Negara Indonesia terbentuk Republik dan berkedaulatan rakyat.
  6. Negara berdasarkan hukum.
  7. Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah “PANCASILA”
  1. Alinea pertama
  • Pada alinea pertama terkandung suatu dalil objektif, yaitu penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Oleh karena itu, penjajahan harus dihapus atau agar semua bangsa didunia dapat mendapatkan hak kemerdekaannya sebagai bentuk penerapan dan penegakan HAM.
  • Alinea ini juga mengandung peryataan subjektif, yaitu partisipasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan  diri dari penjajahan.
  1. Alinea kedua
Alinea kedua mengandung adanya ketetapan dan ketajaman penilaian yang menunjukan bahwa :
  • Perjuangan pergerakan Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan.
  • Momentum yang telah dicapai hurus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
  • Kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir, melainkan masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, adil, dan makmur.
  1. Alinea ketiga
Alinea tiga menggambarkan adanya keinginan kehidupan yang berkesinambungan, keseimbangan antara kehidupan sprritual dan material, serta keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Alinea ini memuat tentang :
  • Motivasi spiritual yang luhur serta suatu pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
  • Ketakwaan bangsa indoneia terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat hidayah-nya-lah bangsa Indonesia berhasil dalam mencapai kemerdekaan
  1. Alinea keempat
  1. Fungsi sekaligus tujuan bangsa Indonesia, yaitu :
  • Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
  • Memajukan kesejahteraan umum.
  • Mencerdaskan kehidupan bangsa.
  • Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  1. Susunan dan bentuk Negara, yaitu Republik Kesatuan.
  • Sistem pemerintahan Negara, yaitu berkedaulatan rakyat (demokrasi).
  • Dasar Negara yaitu Pancasila


b. Isi Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 merupakan inti atau kristalisasi dari pikiran atau gagasan dari para pendiri Negara (the founding farmers).
Pembukaan UUD juga merupakan hasil perjuangan dari para pendiri Negara dalam upaya memeberikan landasan yang kokoh bagi Negara Republik Indonesia agar mampu bertahan lama, tidak hanya untuk puluhan tahun melainkan untuk ratusan tahun. Pembukaan UUD 1945 memuat rumusan dasar Negara Indonesia, yaitu Pancasila. Oleh karena itu kedudukan UUD 1945 sangatlah tinggi. Pembukaan UUD 1945 memilki kedudukan sebagai tertib hukum tertinggi. Selain itu, pembukaan UUD juga merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental. Pada saat pemerintah melaksanakan amandemen terhadap UUD 1945, satu-satunya unsur dalam sistematika UUD 1945 yang tidak diamandemen adalah Pembukaan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 mungkin dapat dianggap sebagai preambule yang lengkap karena memenuhi unsur-unsur politik, religious, moral dan mengandung ideologi negara (state ideyologi), yaitu pancasila. Pada pembukaan UUD 1945 pula itulah terdapat pancasila secara formal yuridis. Dari sudut pandang ilmu hukum walaupun UUD 1945 merupakan hukum dasar Negara Indonesia yang tertulis, pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan diatas UUD yang terdiri atas pasal-pasal. Pembukaan UUD mempunyai kedudukan tetap tidak dapat berubah. karena, mengubah isi pembukaan berarti sama dengan membubarkan negara. Kehidupan bernegara bangsa Indonesia sejak awalnya dengan sadar juga didasarkan pada konstitusi. Hal itu tampak dari pembukaan UUD 1945 yang telah direncanakan sebelum dilakukannya proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Kalimat induk alinea IV pembukaan itu antara Iain menyatakan “…maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia…” kalimat induk disusul oleh anak kalimat yang menyatakan “…yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…” dari dua kalimat itu tampak bahwa sejak awal bernegara bangsa Indonesia menganut konstitusionalisme yang nasional itu tampak dari kemerdekaan yang disusun dalam UUD adalah kemerdekaan kebangsaan. Adapun konstitusionalisme yang demokratis itu tampak dari sifat UUD Negara yang berbentuk republik dan berkedaulatan rakyat. Pernyatan serupa juga terdapat dalam mukadimah konstitusi Negara Republik Indonesia Serikat dan mukadimah UUD sementara. Dalam kedua mukadimah itu dinyatakan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia itu disusun dalam suatu piagam yaitu UUD. Untuk mengetahui apakah UUD 1945 merupakan konstitusi yang demokratis dapat diukur dengan mempertanyakan kekuasaan pemerintah ditetapkan dalam UU.
Isi kedudukan pembukaan UUD 1945 :
  • Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, segala bentuk penjajahan harus dihapuskan, dan bangsa Indonesia perlu membantu bangsa-bangsa lain yang ingin merdeka.
  • Perjuangan bangsa Indonesia telah sampai kepada saat yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan, kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan, perlu upaya mengisi kemerdekaan.
  • Kemerdekaan yang yang diperoleh oleh bangsa Indonesia diyakini sebagai Rahmat Allah YME, bahwa kemerdekaan Indonesia dimotivasi juga oleh keinginan luhur untuk menjadi bangsa yang bebas dari penjajahan.
  • Terdapat tujuan negara, mengatur kehidupan negara, bentuk pemerintahan dan dasar negara.
Di samping itu, pembukann UUD 1945 juga memuat empat pokok pikiran sebagai berikut :
  1. Pokok pikiran pertama : Negara Persatuan
Mengandung makna Negara persatuan yang melindungi segenap bangsa dan Negara mengatasi segala paham golongan atau perorangan. Mengutamakan kepentingan golongan atau perorangan.
  1. Pokok pikiran kedua : Negara berkeadilan social
Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, didasarkan pada kesadaran hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam masyarakat.
  1. Pokok pikiran ketiga : Negara berkedaulatan rakyat
Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan / perwakilan. Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
  1. Pokok pikiran keempat
Negara berdasar Ke-Tuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Pancasila merupakan sumber dari berbagai sumber hukum. Selain itu Pancasila juga merupakan pedoman bagi pembentukan norma-norma yang ada.Dari pembahasan di atas juga dapat ditarik kesimpulan bahwa, Pembukaan UUD 1945 merupakan inti atau kristalisasi dari pikiran atau gagasan dari para pendiri Negara (the founding farmers). Pembukaan UUD juga merupakan hasil perjuangan dari para pendiri Negara dalam upaya memberikan landasan yang kokoh bagi Negara Republik Indonesia agar mampu bertahan lama, tidak hanya untuk puluhan tahun melainkan untuk ratusan tahun. Pembukaan UUD 1945 memuat rumusan dasar Negara Indonesia, yaitu Pancasila. Oleh karena itu kedudukan UUD 1945 sangatlah tinggi. Selain itu, pembukaan UUD juga merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental. Pembukaan UUD mempunyai kedudukan tetap tidak dapat berubah. karena, mengubah isi pembukaan berarti sama dengan membubarkan negara.

3.2 SARAN
Pada bab ini penulis menyarankan agar :
  1. Dengan adanya kedudukan pembukaan UUD 1945 sebaiknya kita lebih memperkokoh daya juang dan semangat bangsa dengan belajar giat sebaik baiknya.
  2. Sebagai warga Negara Indonesia kita harus menghormati UUD 1945 sebagai konstitusi di Negara Indonesia.
  3. Bagi para pembaca bila penjelasan bab ini kurang mendetail, bisa mencari materi dari berbagai referensi lain maupun bertanya dengan guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

THE RISING GENERATION STAFF HMJAK 2025/2026!! CHECK IT NOW

Pengumuman Pengurus Baru HMJKA 2018/2019